PUJIAN YANG TERCELA
APAKAH ITU PUJIAN YG TERCELA ?
BOHONG ~ JIKA KITA TIDAK PERNAH DIPUJI DAN
MEMUJI.
Yang dimaksud dengan pujian yang tercela adalah
pujian yang berlebihan dan pujian yang dapat menyebabkan orang yang dipuji
merasa bangga diri (‘ujub).
Dari Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu, beliau
menceritakan bahwa ada orang yang memuji temannya yang ada disamping Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ويلك قطعت عنق صا حبك, قطعت عنق صا حبك
“Celakalah engkau, kau telah menggorok leher
saudaramu. Kau telah meggorok leher saudaramu!”
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengucapkannya beberapa kali. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
من كان منكم مادحا أخاه لا محالة فليقل: أحسب فلانا والله حسيبه ولا أزكي على الله أحسبه كذا وكذا إن كان يعلم ذلك منه
“Barang siapa yang terpaksa harus memuji
saudaranya, maka katakanlah: ‘Aku kira si fulan demikian dan demikian, tetapi
Allah-lah yang menilai (keadaan sebenarnya). Aku tidak mau menilai atas nama
Allah (kepada seseorang) demikian dan demikian, jika memang kelebihan itu ada
pada dirinya.”
[Hadits shahih, riwayat Bukhari (III/158) dan
Muslim (IV/2297)]
“Janganlah engkau tertipu dengan pujian orang
lain yang menghampirimu. Sesungguhnya mereka yang memuji tidaklah mengetahui
dirimu sendiri kecuali yang nampak saja bagi mereka. Sedangkan engkau sendiri
yang mengetahui isi hatimu."
“Barangsiapa yang begitu girang dengan pujian
manusia, syaithon pun akan merasuk dalam hatinya.”
( Iqozhul Himam Syarh Matn Al Hikam, Ibnu
‘Ajibah, hal. 159, Mawqi’ Al Qaroq, Asy Syamilah)
"Maka janganlah kamu menganggap dirimu
suci. Dialah yang paling mengetahui siapa orang yang bertakwa.”
(Qs. Al-Najm; 32)
Dari Abu Musa radhiyallahu ‘anhu, beliau
menceritakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mendengar ada orang yang
memuji saudaranya dengan sangat berlebihan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
أهلكتم أو قطعتم ظهر الرجل
“Kalian telah mematahkan punggung saudara kalian
(kalian telah membinasakannya).”
[Hadits shahih, riwayat Bukhari (III/158 dan
Muslim (IV/2297)]
Ibnu Baththal menyimpulkan bahwa larangan itu
diperuntukkan bagi orang yang memuji orang lain secara berlebihan dengan pujian
yang tidak layak dia terima. Dengan pujian ini orang yang dipuji tersebut,
dikhawatirkan akan merasa bangga diri, karena orang yang dipuji mengira bahwa
dia memang memiliki sifat atau kelebihan tersebut. Sehingga terkadang dia
menyepelekan atau tidak bersemangat untuk menambah amal kebaikan karena dia
sudah merasa yakin dengan pujian tersebut.
Oleh karena itu, para ulama menjelaskan bahwa
makna hadits: ‘Taburkanlah debu ke muka orang yang memuji orang lain!’[1]
adalah berlaku untuk orang yang memuji orang lain namun dengan cara yang
berlebihan.[2]
Tiada ulasan:
Catat Ulasan